CHILD ABUSE
Pengertian
Child abuse atau perlakuan yang salah terhadap anak didefinisikan sebagai segala perlakuan buruk terhadap anak ataupun adolens oleh orang tua, wali, atau orang lain yang seharusnya memelihara, menjaga, dan merawat mereka.
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orangtua atau orang yang merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik, perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Sementara menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare memberikan definisi Child abuse sebagai kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan penelantaran terhadap anak dibawah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, sehingga keselamatan dan kesejahteraan anak terancam.
Klasifikasi
Terdapat 2 golongan besar, yaitu:
Dalam keluarga
Penganiayaan fisik, non Accidental “injury” mulai dari ringan “bruiser laserasi” sampai pada trauma neurologik yang berat dan kematian. Cedera fisik akibat hukuman badan di luar batas, kekejaman atau pemberian racun.
Penelantantaran anak/kelalaian, yaitu: kegiatan atau behavior yang langsung dapat menyebabkan efek merusak pada kondisi fisik anak dan perkembangan psikologisnya. Kelalaian dapat berupa:
v Pemeliharaan yang kurang memadai. Menyebabkan gagal tumbuh, anak merasa kehilangan kasih sayang, gangguan kejiwaan, keterlambatan perkembangan
v Pengawasan yang kurang memadai. Menyebabkan anak gagal mengalami resiko untuk terjadinya trauma fisik dan jiwa.
v Kelalaian dalam mendapatkan pengobatan
v Kegagalan dalam merawat anak dengan baik
v Kelalaian dalam pendidikan, meliputi kegagalan dalam mendidik anak agar mampu berinteraksi dengan lingkungannya, gagal menyekolahkan atau menyuruh anak mencari nafkah untuk keluarga sehingga anak terpaksa putus sekolah.
Penganiayaan emosional
Ditandai dengan kecaman/kata-kata yang merendahkan anak, tidak mengakui sebagai anak. Penganiayaan seperti ini umumnya selalu diikuti bentuk penganiayaan lain.
Penganiayaan seksual mempergunakan pendekatan persuasif. Paksaan pada seseorang anak untuk mengajak berperilaku/mengadakan kegiatan seksual yang nyata, sehingga menggambarkan kegiatan seperti: aktivitas seksual (oral genital, genital, anal, atau sodomi) termasuk incest.
Di luar rumah
Dalam institusi/ lembaga, di tempat kerja, di jalan, di medan perang.
Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
Stress yang berasal dari anak.
a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat adalah anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik dan berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan anak yang memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak yang memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku dan bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah hati dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada hubungan emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.
Stress keluarga.
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab kedua faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup. Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua terutama demi mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik, lemah mental, dsb.
3. Stress berasal dari orangtua, yaitu:
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama terhadap orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis akan membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak mampu memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan melakukan tindakan kekerasan.
Manifestasi Klinis
Akibat pada fisik anak
a. Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural hematom dan adanya kerusakan organ dalam lainnya.
b. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma, misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata dan cacat lainnya.
c. Kematian.
Akibat pada tumbuh kembang anak
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu:
a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak2 sebayanya yang tidak mendaapat perlakuan salah.
b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
§ Kecerdasan
- Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
- Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala, juga karena malnutrisi.
- Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
§ Emosi
- Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya diri.
- Terjadi pseudomaturitas emosi. Beberapa anak menjadi agresif atau bermusuhan dengan orang dewasa, sedang yang lainnya menjadi menarik diri/menjauhi pergaulan. Anak suka ngompol, hiperaktif, perilaku aneh, kesulitan belajar, gagal sekolah, sulit tidur, tempretantrum, dsb.
§ Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
§ Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresifterhadap teman sebayanya. Sering tindakan egresif tersebut meniru tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.
§ Hubungan sosial
Pada anak2 ini sering kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu atau perbuatan2 kriminal lainnya.
Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda2penganiayaan seksual antara lain:
Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal, sekret vagina, dan perdarahan anus.
Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis, enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakuak dengan memperhatikan vulva, himen, dan anus anak.
Sindrom munchausen
Gambaran sindrom ini terdiri dari gejala:
Gejala yang tidak biasa/tidak spesifik
Gejala terlihat hanya kalau ada orangtuanya
Cara pengobatan oleh orangtuanya yang luar biasa
Tingkah laku orangtua yang berlebihan
Evaluasi Diagnostik
Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologik yang lengkap, dan laboratorium.
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
Penganiayaan fisik
Tanda patogomonik akibat penganiayaan anak dapat berupa:
Luka memar, terutama di wajah, bibir, mulut, telinga, kepala, atau punggung.
Luka bakar yang patogomonik dan sering terjadi: rokok, pencelupan kaki-tangan dalam air panas, atau luka bakar berbentuk lingkaran pada bokong. Luka bakar akibat aliran listrik seperti oven atau setrika.
Trauma kepala, seperti fraktur tengkorak, trauma intrakranial, perdarahan retina, dan fraktur tulang panjang yang multipel dengan tingkat penyembuhan yang berbeda.
Trauma abdomen dan toraks lebih jarang dibanding trauma kepala dan tulang pada penganiayaan anak. Penganiayaan fisik lebih dominan pada anak di atas usia 2 tahun.
Pengabaian
Pengabaian non organic failure to thrive, yaitu suatu kondisi yang mengakibatkan kegagalan mengikuti pola pertumbuhan dan perkembangan anak yang seharusnya, tetapi respons baik terhadap pemenuhan makanan dan kebutuhan emosi anak.
Pengabaian medis, yaitu tidak mendapat pengobatan yang memadai pada anak penderita penyakit kronik karena orangtua menyangkal anak menderita penyakit kronik. Tidak mampu imunisasi dan perawatan kesehatan lainnya. Kegagalan yang disengaja oleh orangtua juga mencakup kelalaian merawat kesehatan gigi dan mulut anak sehingga mengalami kerusakan gigi.
Penganiayaan seksual
Tnda dan gejala dari penganiayaan seksual terdiri dari:
Nyeri vagina, anus, dan penis serta adanya perdarahan atau sekret di vagina.
Disuria kronik, enuresis, konstipasi atau encopresis.
Pubertas prematur pada wanita
Tingkah laku yang spesifik: melakukan aktivitas seksual dengan teman sebaya, binatang, atau objek tertentu. Tidak sesuai dengan pengetahuan seksual dengan umur anak serta tingkah laku yang menggairahkan.
Tingkah laku yang tidak spesifik: percobaan bunuh diri, perasaan takut pada orang dewasa, mimpi buruk, gangguan tidur, menarik diri, rendah diri, depresi, gangguan stres post-traumatik, prostitusi, gangguan makan, dsb.
Laboratorium
Jika dijumpai luka memar, perlu dilakuak skrining perdarahan. Pada penganiayaan seksual, dilakukan pemeriksaan:
Swab untuk analisa asam fosfatase, spermatozoa dalam 72 jam setelah penganiayaan seksual.
Kultur spesimen dari oral, anal, dan vaginal untuk genokokus
Tes untuk sifilis, HIV, dan hepatitis B
Analisa rambut pubis
Radiologi
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada anak, yaitu untuk:
a. Identifiaksi fokus dari jejas
b. Dokumentasi
Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma kepala yang berat.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi viseral
Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan seksual.
Penatalaksanaan
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak adalah melalui:
Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
Individu
- Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat ibadah, dan masyarakat
- Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian konflik
- Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
- Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang merawat bayi
- Pelayanan referensi perawatan jiwa
- Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi dini perilaku kekerasan.
Keluarga
- Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah, institusi di masyarakat
- Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua baru
- Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas untuk tindak lanjut (follow up)
- Pelayanan sosial untuk keluarga
Komunitas
- Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam keluarga
- Mengurangi media yang berisi kekerasan
- Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat, seperti: pelayanan krisis, tempat penampungan anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
- Kontrol pemegang senjata api dan tajam
§ Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga yang stress
- Individu
- Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian kekerasan pada keluarga pada tiap pelayanan kesehatan
- Rencana penyelamatan diri bagi korban secara adekuat
- Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta bantuan dan perlindungan
- Tempat perawatan atau “Foster home” untuk korban
§ Keluarga
- Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
- Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat (self-help-group). Misalnya: kelompok pemerhati keluarga sejahtera
- Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang memberikan pelayanan pada korban
§ Komunitas
- Semua profesi kesehatan terampil memberikan pelayanan pada korban dengan standar prosedur dalam menolong korban
- Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam memberi respon, melaporkan, pelayanan kasus, koordinasi dengan penegak hukum/dinas sosial untuk pelayanan segera.
- Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera khususnya bayi dan anak.
- Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan pemerintah setempat
- Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi
- Kontrol pemegang senjata api dan tajam
Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan kekerasan
§ Individu
- Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi korban
- Konseling profesional pada individu
- Keluarga
- Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
- Konseling profesional bagi keluarga
- Self-help-group (kelompok peduli)
§ Komunitas
- “Foster home”, tempat perlindungan
- Peran serta pemerintah
- “follow up” pada kasus penganiayaan dan kekerasan
- Kontrol pemegang senjata api dan tajam
Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi. Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti oleh artikel2 pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan lebih ditekankan.
Pengkajian
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
Psikososial
1) Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
2) Gagal tumbuh dengan baik
3) Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
4) With drawl (memisahkan diri) dari orang2 dewasa
Muskuloskeletal
1) Fraktur
2) Dislokasi
3) Keseleo (sprain)
Genito Urinaria
1) Infeksi saluran kemih
2) Perdarahan per vagina
3) Luka pada vagina/penis
4) Nyeri waktu miksi
5) Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
Integumen
1) Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
2) Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
3) Adanya tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
4) Bengkak
Dx Keperawatan
a. Kerusakan pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan perawatan anak.
b. Kapasitas adaptif: penurunan intracranial b.d cedera otak
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis.
d. Resiko keterlambatan perkembangan b.d kerusakan tak akibat kekerasan.
Intervensi
Dx I: Kerusakan pengasuhan b.d. usia muda terutama remaja, kurang pengetahuan mengenai pemenuhan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan perawatan anak.
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka orangtua akan menujukan disiplin yang konstruktif, mengidentifikasi cara yang efektif untuk mengungkapkan marah atau frustasi yang tidak membahayakan anak, berpartisipasi aktif dalam konseling dan atau kelas orangtua.
Intervensi:
- Dukung pengungkapan perasaan
- Bantu orangtua mengidentifikasi deficit atau perubahan menjadi orangtua
- Berikan kesempatan interaksi yang sering untuk orangtua atau anak
- Keterampilan model peran menjadi orangtua
Dx II: Kapasitas adaptif: penurunan intracranial b.d cedera otak
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan peningkatan kapasitas adaptif intrakranial yang ditunjukkan dengan keseimbangan cairan, keseimbangan elektrolit dan asam-basa. Status neurologis, dan status neurologis: kesadaran.
Intervensi:
- Pantau tekanan intrakranial dan tekanan perfusi serebral
- Pantau status neurologis pada interval yang teratur
- Perhatikan kejadian yang merangsang terjadinya perubahan pada gelombang TIK
- Tentukan data dasar tanda vital dan irama jantung dan pantau perubahan selama dan sesudah aktivitas
- Ajarkan pada pemberi perawatan tentang tanda2 yang mengindikasikan peningkatan TIK (misalnya: peningkatan aktivitas kejang)
- Ajarkan pada pemberi perawatan tentang situasi spesifik yang merangsang TIK pada klien (misalnya: nyeri dan ansietas); diskusikan intervensi yang sesuai.
Dx III: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena faktor psikologis.
NOC: Setelah dilakukan asuhan keperawatan maka klien akan menunjukkan status gizia; asupan makanan, cairan, dan gizi, ditandai dengan indicator berikut (rentang nilai 1-5: tidak adekuat, ringan, sedang, kuat, atau adekuat total).
Makanan oral, pemberian makanan lewat selang, atau nutrisi parenteral total.
Asupan cairan secara oral atau IV
Intervensi:
- Identifikasi faktor2 yang dapat berpengaruh terhadap hilangnya nafsu makan pasien
- Pantau nilai laboratorium, khususnya transferin, albumin dan elektrolit
- Pengelolaan nutrisi: ketahui makanan kesukaan klien, pantau kandungan nutrisi dan kalori pada cetakan asupan, timbang klien pada interval yang tepat
- Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
- Ajarkan klien/keluarga tentang makanan bergizi dan tidak mahal
- Pengelolaan nutrisi: berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
Dx IV: Resiko keterlambatan perkembangan b.d kerusakan tak akibat kekerasan.
Rabu, 17 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
So Sweet.. Ternyata kecil2 gni omongannya berbobot juga... :P
BalasHapus