ASFIKSIA
A. Pengertian
Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal yang meneybabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis dan kegagalan fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, injal, dan hematology) yang konsisten.
Asfiksia neonatrum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang rpogresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2 saat janin di uterus hipoksia.
B. Etiologi
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatrum terjadi karena gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena hal2 yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalamkehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, jantung, dll. Factor2 yang timbul dalam persalinan yang bersifat mendadak yaitu factor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obat2an anestesi/analgetik yang diberikan ke ibu, perdarahan intracranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru2, dll.sedangkan factor dari pihak ibu adalah gangguan his misalnya hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia, gangguan mendadak pada plasenta seperti solution plasenta.
Towel (1996) menunjukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi terdiri dari:
Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pembertian obat analgetik atau anastesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi, dsb.
Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solution plasenta, dsb.
Faktor fetus
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll.
Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intracranial, kelainan congenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru, dsb.
C. Patofisiologi
Pernapasan spontan pada bayi baru lahir tergantung pada keadaan janin pada masa hamil dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara. Proses ini sangat perlu untuk merangsang hemoreseptor pusat pernapasan untuk terjadinya usaha pernapasan yang pertama yang kemudian akan berlanjut menjadi pernapasan yang teratur. Pada penderita asfiksia berat usaha napas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya dalam periode apneu. Pada tingkat ini disamping penurunan frekuensi denyut jantung (bradikardi) ditemukan pula penurunan tekanan darah dan bayi nampak lemas (flasid).
Pada asfiksia berat bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan da tidak menunjukkan upaya bernapas secara spontan. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Tetapi bila gangguan berlanjut maka akan terjadi metabolisme anaerob dalam tubuh bayi sehingga asidosis metabolic, selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler dalam tubuh berakibat buruk terhadap sel2 otak, dimana kerusakan sel2 otak ini dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa (squele).
D. Manifestasi Klinik
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intra uterin dengan peningkatan tahanan vascular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Penurunan detak jantung janin dengan variasi irama jantung juga sering dijumpai. Pencatatan detak jantung janin secara terus menerus memperlihatkan pola deselerasi yang bervariasi atau melambat dan analisa darah dari kulit kepala janin menunjukkan pH < 7,2. asidosis terjadi akibat komponen metabolic atau respiratorik, terutama pada bayi menjelang aterm, tanda2 hipoksia janin merupakan dasar untuk memberikan oksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP.
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distress. Pada saat lahir, biasanya terjadi depresi pernapasan dan kegagalan pernapasan spontan. Setelah beberapa jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat atau fetus tampak normal.
E. Komplikasi
Meliputi berbagai organ, yaitu:
Otak: Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis.
Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatrum, perdarahan paru, udema paru
Gastrointestinal: Enterokolitis, nekrotikans
Ginjal: Tubular nekrosis akut, siadh
Hematologi: dic.
F. Evaluasi diagnostic
1. Analisa gas darah
2. Penilaian APGAR skor
3. Px EGC dan CT-Scan
4. Px fisik
5. Elektrolit darah
6. Gula darah
7. Baby gram
8. USG (kepala)
G. Manajemen terapeutik
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatrum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan2 yang dikenal dengan ABC resusitasi:
1. Memastikan saluran napas terbuka:
· Meletakan bayi dalam posisi yang benar
· Menghisap mulut kemudian hidung k/p trachea
· Bila perlu masukan ET untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan
· Lakukan rangsangan taktil
· Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat2an.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus:
1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu
b. Pembersihan jalan napas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernapasan
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilakukan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi indotrakheal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia berat hamper selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20% dengan dosis 2-4 ml/kgBB. Kedua obat ini disuntikan ke dalam intravena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin ini disebabkan ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organic seperti hernia diafrgamatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul refleks pernapasan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/menit, bayi diletakan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu ke atas dank e bawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventialsi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali/menit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatak tidak berhasil jika setelah dilakukan beberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
H. Pengkajian
Pengkajian keperawatan secara umum pada klien anak dengan asfiksia meliputi:
1. Kaji riwayat kesehatan dan keperawatan untuk indikasi penyebab asfiksia, meliputi:
a. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang meliputi keluhan utama yang disampaikan oleh klien.
b. Riwayat kesehatan sebelumnya
Meliputi pengkajian prenatal, natal dan postnatal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh kembang imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, interaksi, dll.
c. Riwayat kesehatan keluarga
2. Kaji manifestasi klinik
3. Lakukan px fisik meliputi:
· Sianosis
· Warna kulit: biru, pucat, tubuh merah, ekstrimitas biru, merah seluruh tubuh.
I. Dx Keperawatan
Pola nafas tidak efektif b.d kelelahan otot pernapasan
Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
Gangguan perfusi jaringan b.d gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membrane kapiler
Penurunan cardiac output b.d perubahan denyut jantung
J. Intervensi
Dx I: Pola nafas tidak efektif b.d kelelahan otot pernapasan
NOC: Setelah dilakuak asuhan keperawatan, maka gangguan pola napas dapat teratasi dengan criteria sbb:
- Status respirasi: ventilasi lancar
- Status tanda vital: Suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah dalam rentang yang diharapkan dari individu.
NIC:
Pengelolaan jalan napas
- Fasilitasi untuk kepatenan jalan napas
Pemantauan pernapasan
- Pantau kecepatan, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
- Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot2 bantu, serta retraksi otot supraclavikular dan interkostal.
- Pantau respirasi yang berbunyi, seperti mendengkur
- Pantau pola pernapasan
- Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan/ tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi napas tambahan.
Dx II: Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi-ventilasi
NOC: stelah dilakukan asuhan keperawatan, maka gangguan pertukaran gas akan terkurangi yang dibuktikan dengan status pernapasan: ventilasi tidak bermasalah.
NIC:
Pengelolaan asam basa
Meningkatkan keseimbangan asam basa dan mencegah komplikasi akibat dari ketidakseimbangannya.
Pengelolaan jalan napas
- Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas actual/potensial
- Auskultasi bunyi napas, tandai area penurunan atau hilangnya ventilasi dan adanya bunyi tambahan
- Pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
Dx III: Gangguan perfusi jaringan b.d gangguan transport oksigen melalui alveolar dan membrane kapiler
NOC: setelah dilakukan askep, maka klien menunjukkan keefektifan pompa jantung, perfusi jaringan jantung dan perfusi jaringan perifer.
NIC:
- Monitoring gas darah
- Kaji denyut jantung
- Monitoring system jantung dan paru (resusitasi)
- Berikan O2 secara adekuat
Dx IV: Penurunan cardiac output b.d perubahan denyut jantung
NOC: setelah dilakukan askep, maka klien menunjukkan curah jantung yang memuaskan, dibuktikan dengan keefektifan pompa jantung, status sirkulasi, perfusi jaringan (organ abdomen) dan perfusi jaringan (perifer).
NIC:
- Monitoring jantung paru
- Kaji tanda vital
- Monitoring perfusi jaringan tiap 2-4 jam
- Monitor denyut jantung
- Monitoring intake dan output serta melakukan kolaborasi dalam pemberian vasodilator.
Jumat, 23 Oktober 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar